Beranda | Sudut Pandang | Investigasi | Konsensus | Opini | Arsip | Tokoh | Puisi | Sastra | Anekdot | Redaksi

Rabu, 09 September 2009

Persahabatan

Suatu ketika terdapat dua orang sahabat sedang duduk-duduk dibawah pohon. Keduanya saling bersalam-salaman sebelum menenggak segelas wiski.
“Sobat,” kata Norman, SE “Jika nanti aku mati, sudikah kau guyurkan sebotol wiski di atas makamku?”
”Tentu sobat!” jawab Narto, S.Sn ”Akan kuguyurkan sebotol wiski, tapi sebelumnya biarlah wiski itu berada dalam ginjalku terlebih dahulu.”

Asal-muasal Kelahiran

”Ibu,” tanya Andi saat berada di danau Toba bersama ibunya. ”Bagaimana aku bisa lahir di dunia?”
“Kau di bawa seekor bangau.” Jawab ibunya.
“Kalau ibu?”
“Ibu dulu juga dibawa seekor bangau.”
“Kalau nenek?”
“Juga dibawa bangau.”
“Berarti, tiga generasi keturunan kita tidak terlahir normal ya Bu?”

Gunanya Ayah

”Ibu,” tanya Andi lagi kepada ibunya yang berasal dari Suku Sunda. ”Apakah polisi menjaga kita?”
”Benar.” jawab ibu.
”Pemadam kebakaran bisa kita telpon kapan saja?”
”Betul.”
”Tukang ledeng bisa kita panggil setiap saat?”
”Ya.”
”Lalu, apa gunanya ayah?”

Tolong Tutup lagi

Bagus sedang memancing sambil membaca Kompas. Tiba-tiba ada botol mengarah padanya. Dibukanyalah botol itu. Fush! Segumpal uap membentuk sketsa jin.
”Terima kasih Tuan.” kata Jin. ”Akan kukabulkan tiga permintaan sebagai tanda terima kasih telah membebaskan saya.”
”Hmm, pertama aku ingin nilai rupiah distandardkan dengan dolar. Kedua, Hapuskan korupsi. Ketiga, beri aku lapangan pekerjaan.”
”Hmm.” jin tampak berfikir. Lalu perlahan masuk kembali dalam botol dan sebelum kepalanya masuk ke ujung botol, berkatalah: ”Tolong tutup botolnya mas, terima kasih.”

Orang tua yang Cerdas

Andi sedang memberi tahu hasil ulangannya kepada ayahnya. Ayahnya sedang memperhatikan kertas hasil ulangan fisika, matematika dan Bahasa Indonesia.
”Kenapa nilaimu jelek semua?” tanya ayahnya. ”Ayah dengar nilai Budi bagus-bagus. Kenapa kamu bisa begini?”
”Ya beda yah.” jawab Andi mempertanggung jawabkan. “Budi kan punya orang tua yang cerdas.”

Ayam Jago

Si Andi lagi, si Andi lagi. Kali ini dirinya memberi tebakan kepada temannya yang sangat pandai sekali di kelasnya.
“Tahu nggak, kenapa ayam jago kalau berkokok memejamkan mata?” tanya Andi.
“Secara alamiah, ayam jago tersebut dapat mengeluarkan bunyi suara yang lebih keras dengan menutup matanya.”
“Ah salah.”
“Lalu?”
“Karena ayam jagonya hafal teksnya. Kan mudah, Cuma kukuruyuuuuuuk!”

Andi Naik Pesawat

Andi sedang naik pesawat sendirian. Di dalam pesawat Andi ditemani 4 orang. Eh, tak disangka, pesawat oleng ke kiri dan kenanan hendak jatuh. Andi jadi teringat slogan pesawat Anam Air: Cepat, Murah, dan Mudah Jatuh.
Ternyata eh ternyata parasutnya hanya ada 5. Sedangkan si Pilot sudah terjun duluan. Seorang bernama Kurniawan Dwi Julianto segera mengambil satu parasut: “Saya tidak boleh mati. Sebab, saya pemain nasional negara kita. Negara ini masih butuh saya.”
Parasut kedua segera diambil Megawati sambil berkata: “Saya tidak boleh mati, saya akan jadi presiden 2009 nanti!” Megawati pun terjun bebas.
Selanjutnya, Gus Dur pun tak mau kalah. Segera diambil satu ransel parasut setelah berhasil meraba-raba. ”Apa jadinya negara ini tanpa guru bangsa seperti saya. Lagi pula kalau saya mati, Riau, Jawa, Madura, Irian Jaya akan memisahkan diri dari NKRI! Singkat ceritanya, saya tidak boleh mati.” Gus Dur pun melakukan terjun.
”Gitu aja kok repot!” Imbuh Gus Dur.
Tinggallah Aa. Gym dan Andi. Keduanya saling pandang-memandang. Lantas, berkatalah Aa. Gym kepada Andi.
”Sudahlah,” kata Aa. Gym pasrah. ”Kamu pakai saja parasut terakhir itu. Saya sudah cukup lama hidup. Tak lama juga saya akan segera mati. Lagi pula saya rasa, sudah cukuplah saya berdakwah kepada umat untuk menuju jalan kebenaran. Jalan menuju Allah dengan cara mengikuti jejak Rasulullah. Saya ikhlas nak. ”
”Tapi Pak,” kata Andi.
”Sudahlah,” potong Aa. Gym. ”Aa’ hanya ingin berpesan kepadamu bahwa negara ini berada ditanganmu. Para pemuda adalah tulang punggung negara. Hidup hanyalah sementara nak. Apalah artinya kita mengejar banyak harta kalau toh nanti yang kita bawa hanya selembar kain kafan?”
”Bapak jangan berkata begitu. Ini masih ada dua?”
”Lho kok?”
”Tadi itu, saat Gus Dur meraba-raba yang didapatnya adalah tas ransel sekolah saya. Saya diemin aja Pak.”
”Subhanallah.”

0 komentar:

Posting Komentar

untuk teman-teman yg belum punya web or blog pada bagian kolom "BERI KOMENTAR SEBAGAI" : pilih Name / URL, Kolom nama di isi sesuai nama anda dan pada kolom URL kosongkan saja, demikianlah & terima kasih atas partisifasinya

www.politiksaman.blogspot.com

ARSIP

OPINI

  • Kaca Benggala: Sumpah Palapa - Oleh: Agus Jabo Priyono*) Ibarat pepatah, sebagai sebuah bangsa kita sedang berlayar dengan perahu besar, melawan gelombang liar. Dikurung langit yang tla...
    14 tahun yang lalu

PROFILE TOKOH

BERANDA

PUISI &SASTRA

KONSENSUS

www.politiksaman.blogspot.com